ALAMAT REDAKSI

PO.Box 118 Temanggung 56200
JAWA TENGAH - INDONESIA
HP/SMS/WA.085228085470

CP: Pdt. HOSEA AGUS SUSANTO,S.Pd.K
Takut akan Tuhan, Memerdekakan Kita

Takut akan Tuhan, Memerdekakan Kita

No Comments
Pdt. Bigman Sirait TAKUT kepada Tuhan merupakan tuntutan Tuhan. Sebagaimana tertulis dalam Ulangan 6: 1-3, umat dituntut untuk takut kepada Tuhan, bukan saja satu generasi tetapi semua generasi, artinya bukan hanya orang tua tetapi juga anak-anak. Maka orang tua yang mewarisi rasa takut yang benar kepada Tuhan harus menurunkannya kepada anak-anaknya. Tetapi takut di sini bukan dalam pengertian “ngeri”, tetapi hormat kepada Tuhan. Adalah sangat mengerikan ketika kita tidak lagi punya rasa takut kepada Tuhan. Benak kita yang dipenuhi dosa membuat tidak ada lagi ruang untuk takut kepada Tuhan. Mengapa kita harus takut kepada Tuhan? Pertama karena Tuhan yang menciptakan kita. Sudah pada tempatnya kita takut pada-Nya, karena Dia bukan saja pencipta, tetapi juga pemelihara. Jikalau Dia tidak mau memelihara hidup kita, mau apa kita? Dia Sang Pencipta yang setia di dalam pemeliharaan-Nya, maka Dia menuntut kita untuk takut kepada Dia. Bukankah itu logis? Tanpa diminta pun sudah seharusnya kita takut kepada Tuhan. Kedua, Dia adalah pencipta dan pemelihara tetapi juga pencemburu. Pengertian pencemburu di sini adalah Dia tidak mau melihat kita berbuat dosa, Dia Allah yang menuntut kita hidup kudus di hadapan-Nya sebagaimana Dia kudus adanya.  Takut akan Allah itu menum-buhkembangkan sikap hormat yang akan memberikan warna keagamaan yang absolutely benar. Ketika agama-agama menampilkan keberingasan, tidak lagi mampu mengekspresikan cinta kasih seperti tuntutan Tuhan, hidup suci seperti tuntutan Tuhan, patut dipertanyakan apakah agama itu betul-betul takut kepada Tuhan, atau hanya sekadar semboyan dan slogan mengatakan takut kepada Tuhan, tetapi pada hakekatnya tidak. Takut akan Tuhan menjadi penting dalam hidup kita, karena tanpa Dia hidup kita tidak mempunyai arah. Tanpa Dia, pergumulan hidup akan menjadi kepahitan dan kesakitan yang menghimpit dan menghancurkan kita. Tetapi di dalam takut akan Allah, kita akan menikmati pemeliharaan itu, yang artinya juga menikmati kehidupan. Di situlah nikmatnya kebersamaan kita dengan Dia.  Takut akan Allah tidak boleh dalam gelap mata yang sekadar sebuah statemen tetapi tidak dipahami secara utuh apa maksudnya. Takutlah akan Tuhan Allahmu karena engkau layak takut kepada Dia, yang sudah menjadikan dan memeliharamu, sehingga tiada satu hari akan bergulir jikalau bukan karena campur tangan Tuhan. Tiada sesuatu pun yang hebat dalam diri kita. Orang yang takut akan Tuhan akan melakukan apa yang Tuhan suka. Orang yang takut Tuhan akan memelihara hubungan baiknya dengan Tuhan melalui perenungan, doa, saat teduh yang membawa dia semakin dekat kepada Tuhan.      Tidak membuat bodoh Orang yang takut Tuhan akan memiliki hidup yang sangat menyenangkan, menggembirakan semua orang, karena dia men-demonstrasikan buah-buah di dalam kehidupannya. Takut akan Tuhan tidak akan membuat kita menjadi bodoh, kehilangan gairah hidup. Takut akan Tuhan tidak membuat kita terkurung, tetapi justru memerdekakan kita. Takut akan Tuhan akan memberikan berbagai nuansa dan kegembiraan dalam hidup kita. Takut akan Tuhan menolong kita menemukan kesejatian hidup. Alkitab berkata: berbahagialah orang yang takut akan Tuhan, karena takut akan Tuhan mendatangkan kebahagiaan dan pemahaman dan penge-tahuan. Takut akan Tuhan harus menjadi kekayaan di dalam hidup kita, menjadi kegairahan bahwa Tuhan itu hidup, membimbing dan menuntun kita. Takut akan Tuhan membuat kita merdeka dari rasa takut, karena takut Tuhan secara positif menghilangkan rasa takut atas apa pun, termasuk dalam perjalanan menyongsong masa depan.  Bagi orang yang takut Tuhan, kebahagiaan itu bukan bergantung pada berapa besar ekonomi, berapa sehatnya, tingginya posisi atau jabatan, tetapi tergantung pada berapa takutnya kita pada Tuhan. Maka Tuhan akan memberikan kita kekuatan di dalam kesakitan. Tuhan akan memberikan rasa syukur yang limpah. Ketika kita berlimpah dalam hidup, itu bukan masalah, karena ketika kurang saja pun kita mampu bahagia. Maka kurang, tambah, sehat, sakit, naik turun, itu hanya menjadi dinamika di dalam kehidupan. Tetapi pada inti dan hakekatnya tetap menaruh peng-harapan pada Tuhan. Maka jangan lari dari pimpinan Tuhan. Lakukan kehendak-Nya. Takutlah akan Dia, karena itu akan menjamin bukan hanya dirimu tetapi anak-cucumu, serta memberi ketenangan dan kelegaan.  Banyak orang, hanya untuk menunjukkan keberanian, mende-monstrasikan tidak takut akan Tuhan, dengan cara membuat orang takut pada mereka. Mereka tampil garang, menekan dan menghimpit orang lain. Tapi mereka tidak sadar dia sudah membunuh dan menghabiskan dirinya, kehi-langan cinta kasih dari Tuhan. Orang-orang yang takut Tuhan tidak merasa perlu untuk membuat orang lain takut. Justru orang yang takut Tuhan menimbulkan rasa suka dan senang bagi orang lain, karena dia diliputi dan hidup dalam kebenaran. Orang tua yang takut Tuhan akan memberikan ketenangan bagi batin anak-anaknya. Sebaliknya, suami-suami yang tidak takut Tuhan hanya menciptakan rasa takut terhadap istrinya. Orang-orang tua yang tidak takut Tuhan akan menciptakan malapetaka di dalam rumah tangganya. Anak-anak hanya tunduk karena rasa takut. Jadi kalau mau bahagia keluargamu, takutlah akan Tuhan. Jadi, camkan dan pikirkan baik-baik. Jangan habiskan rasa takutmu pada tempat yang salah, seperti: takut pada masa depan, takut pada kehidupan. Tetapi habiskanlah rasa takutmu pada tempat yang pas dan tepat: takut akan Tuhan dengan hidup memuliakan nama-Nya. Ini kata kunci dalam kebahagiaan. Karena itu takutlah akan Tuhan, karena memang itulah pusat kebahagiaan dalam hidup kita. Takut akan Tuhan tidak sama dengan mulut kita mengatakan takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan sama dengan hidup mengekspresikan cinta kasih yang utuh dalam buah-buah nyata yang bisa dilihat mata. Dan orang lain bisa menilai dan tahu: “Inilah orang yang takut akan Tuhan”. Ini tidak bisa dimanipulaisi, bukan sekadar gaya dan penampilan, kerohanian, teriakan atau kesaksian, bukan pula demonstrasi keagamaan, tetapi keluar dari hati yang jujur.  Takutlah pada Tuhan dengan memilih ketetapan-ketetapan-Nya, bukan ketetapan dunia, sehingga engkau berani seperti yang dikatakan Yesus: “Kalau mau ikut Aku sangkal diri, pikul salib!”
HANYA YANG SIAP MENGHADAPI KEMATIAN, DAPAT BENAR-BENAR HIDUP

HANYA YANG SIAP MENGHADAPI KEMATIAN, DAPAT BENAR-BENAR HIDUP

1 comment
Nats : Ibrani 9:27-28 Pengkhotbah : Ev. Solomon Yo

usia tua. Kita harus siap kapan saja dan dimana saja. Suatu realita hidup yang begitu tragis sekali dimana sesungguhnya hidup manusia itu begitu rentan dan singkat. Hans Baldung melukis suatu lukisan yang diberikan judul: “Tingkat-tingkat kehidupan dengan kematian.” Ia ingin mengungkapkan mengenai tingkat kehidupan dimana ketika manusia lahir dengan keadaan secara jasmani begitu indah, kemudian kecantikan yang sempurna didalam seorang manusia dalam kedewasaannya, selanjutnya berubah dengan timbulnya keriput karena tua dan akhirnya menjadi satu mayat yang begitu mengerikan. Semuanya ini merupakan sesuatu yang tidak da­­­pat kita hindarkan sebagai manusia, kita semua menjalani hidup dibawah bayang-bayang maut.   Disini terdapat beberapa sikap atau cara orang dalam menghadapi kematian: 1). Sikap yang naif. Orang berusaha menghindari membicarakan hal-hal yang se­­demikian karena itu hanya akan menimbulkan ketakutan/kesialan. Sikap ini mirip seperti burung onta yang ketika dalam bahaya menyembunyikan kepalanya kedalam lobang dan membiarkan tubuhnya masih ada. 2). Sikap yang sangat “berhikmat.” Epikuros mengajarkan satu etika yang sepertinya amat indah tetapi didalamnya humanistik atheis yang sangat menyesatkan didalam pandangan Kristen. Ia mengatakan, “Ketika kita takut mati berarti kita belum mati, dan ketika kita sudah mati, kita sudah tidak bisa takut, karena itu kita tidak perlu takut mati.” Asumsinya adalah ketidakpercayaan kepada adanya Tuhan yang campur tangan mengurus kehidupan manusia seperti didalam konsep Kristen, serta adanya jiwa setelah kematian.  Apakah kematian itu, mengapa ada kematian dan bagaimana cara kita menghadapi masalah kematian? Kita akan melihat hal ini dalam dalam perspektif Kristen. Iman Kristen melihat kematian sebagai sesuatu yang abnormal/sesuatu yang buruk sekali. Didalam kematian Lazarus, dikatakan disitu bahwa Yesus menangis (Yunani: mengandung suatu kesedihan dan kemarahan terhadap kondisi manusia yang sebenarnya bukan diperkenan Tuhan). Allah menciptakan manusia supaya hidup bahagia dalam persekutuan dan menikmati rahmat Tuhan yang limpah, tetapi karena dosa manusia, kematian datang kedalam hidup manusia. Kematian harus dimengerti dalam tiga rangkap arti yaitu bukan hanya kematian secara fisik tetapi kematian rohani dan kekal. Kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan hubungannya dengan Allah terputus dan ia dikuasai oleh iblis sehingga mati secara rohani, dan itu membuat manusia menjadi mahkluk yang dipenuhi dengan segala permasalahannya, karena dosa sudah menghancurkan hidupnya. Maka ketika kematian fisik tiba, itu berarti habisnya kesempatan untuk dipulihkan, dilepaskan dari hu­kuman Tuhan dan diselamatkan. Ketika kita mati maka kondisi dalam dosa inilah yang akan kita bawa didalam kekekalan, kita mati kekal. Inilah yang harus kita takuti! Kita tidak takut kepada kematian fisik tetapi yang kita takuti ialah kita memasuki kekekalan didalam kondisi yang celaka dan dikuasai oleh dosa.  Semua pengajaran manusia tidak akan pernah membuat manusia lepas dari dosanya. Martin Luther pernah dalam pergumulannya melawan dosa hampir putus asa. Dia ingin selamat dan untuk selamat ia harus mencapai standar kesucian dan puncaknya adalah mengasihi Tuhan. Namun ia tahu bahwa ia tidak sanggup dan kesimpulannya pasti binasa sehingga bagaimana mungkin yang akan binasa dapat mengasihi yang akan membinasakannya. Disinilah justru melalui anugerah Tuhan ia dibenarkan oleh iman. Kristus didalam kesempurnaan Allah dan manusia mati menebus dosa manusia. Ia menerima segala hukuman yang harusnya ditanggung manusia dan didalam kuasanya Ia memiliki hidup yang tidak berkebinasaan yang ketika sengat maut mau menghancurkan justru kuasa hidup menhancurkan, me­­­matahkan dan memberikan kemenangan bagi kita semua. Bangkit dengan tubuh kemuliaan yang akan diberikan juga menjadi bagian kita sehingga Ia akan disebut sebagai yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati. Demikianlah mereka yang berharap dan percaya kepadaNya mendapatkan janji kebangkitan dari­pada kematian, hidup yang tidak berkebinasaan. Kematian Yesus yang sudah menghancurkan kuasa setan dan dosa secara sempurna memberikan jawaban bagi permasalahan kita bahwa kematian bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan, karena sengatnya sudah dipatahkan dan hidup kita yang sementara, yang satu hari nanti akan mati akan dibangkitkan.  Dengan pengertian ini kita dapat meresponi realita kematian dan bagaimana kita menjalani hidup ini dengan sebaik dan sebijaksana mungkin. Ada beberapa point yang akan kita renungkan bersama, yaitu: 1). Kesadaran bahwa kematian merupakan masalah terbesar yang harus kita selesaikan membawa kita pada urgensinya untuk membereskan hubungan kita dengan Tuhan. Mungkin ada orang yang sudah giat melayani bahkan mungkin menjadi hamba Tuhan, namun apakah se­sungguhnya hidup kita sudah dilahirkan kembali? Paulus mengatakan, “Aku mengawasi diriku, supaya jangan setelah aku melayani Tuhan orang diselamatkan tetapi aku sendiri yang ditolak.” Orang Reformed harus menjaga antara kemantapan jaminan keselamatan dan sikap rendah hati yang mau mengevaluasi diri. Dua-duanya tid­ak bertentangan dan hal ini harus kita miliki. Blaise Pascal mengatakan bahwa sekalipun manusia begitu kecil tetapi manusia tetap lebih agung daripada alam semesta karena ia memiliki rasio dan sifat yang begitu mulia, namun ia begitu bodoh karena jiwanya yang kekal dan bersifat sangat penting tidak sungguh-sungguh dipikirkan secara serius dan dijaga.  2). Pemikiran akan sorga memberikan kita dorongan dan kekuatan yang besar untuk melakukan karya-karya besar bagi dunia ini. C.S. Lewis mengatakan, “Jika anda membaca sejarah maka anda akan mendapati bahwa orang-orang yang berbuat paling banyak bagi dunia ini adalah mereka yang paling banyak berpikir mengenai dunia yang akan datang. Mereka semua telah meninggalkan jejak mereka didalam dunia ini karena pemikiran mereka diisi oleh sorga. Justru karena orang Kristen pada umumnya tidak lagi berpikir mengenai dunia yang akan datang maka mereka menjadi tidak efektif dan berguna didunia ini.” Para pahlawan iman seringkali merupakan orang yang mempunyai banyak penyakit, kelemahan dan hambatan tetapi mereka tidak dapat dihalangi karena panggilan sorgawi mereka begitu jelas sehingga mereka tidak dapat diam sekalipun menghadapi halangan apa saja. Inilah hal yang paradoks dan sekaligus ironis! Justru karena kita terlalu sehat dan ba­nyak kesempatan untuk menikmati hidup akhirnya hidup kita menjadi sia-sia dan tersesali waktu tua. Dalam Flp 3:14; 20-21 dikatakan, “Aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” Paulus adalah orang yang teguh sampai pada garis akhir dengan penuh kemenangan (diperjelas dalam II Kor 4:16-18).  3). Kesadaran bahwa setelah mati kita akan memperoleh hadiah atau hukuman dari Allah, itu memberikan pada kita sense of responsibility khususnya didalam kehidupan moral kita. Viktor Frankl melihat arti penting dari kematian didalam kehidupan manusia. Ia mengatakan, “Jika manusia tidak dapat mati maka tentunya ia akan dapat dan dibenarkan untuk menangguhkan setiap tindakan untuk waktu yang lama dan selama-lamanya. Ia tidak perlu membuat keputusan, karena apa yang ia putuskan tidak akan memberikan perubahan, karena masih ada kesempatan. Namun dengan adanya kematian sebagai akhir mutlak bagi masa depan dan pembatas bagi kemungkinan maka kita memiliki keharusan untuk tidak melewatkan satu peluangpun untuk melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi seluruh hidup kita. Kesadaran akan kematian membuat kita serius dan sadar bahwa kita tidak akan berada terus-menerus dalam dunia ini, sehingga keputusan yang kita buat mempunyai pertanggungjawaban terhadap Tuhan. Dan itu juga memberikan pada kita satu kerelaan untuk melayani tanpa dilihat manusia. Kesadaran inilah yang akan membuat moral dan etika kita menjadi berbeda.  4). Pikiran akan sorgawi memberikan pada kita satu perspektif Calvin yang benar untuk menetapkan nilai hidup dan hikmat bagaimana membangun kehidupan kita yang paling berarti dan limpah. Rahasianya sudah ada dalam firman Tuhan yaitu dalam I Kor 7:29-31 dikatakan: “… sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu.” John Calvin memberikan suatu pandangan dimana sikap kita mempergunakan hal-hal dunia ini seharusnya seperti seorang musafir yang pemikirannya terarah pada negeri sorgawi yang sedang kita tuju. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang mempunyai sikap siap rela melepaskan segala milik dan kenikmatan yang kita peroleh dengan tangan terbuka sebagai persembahan pada Tuhan. Dan ketika kita memperoleh berkat nikmat, kita menerimanya sebagai pembangkit selera atas nikmat sorga yang lebih tinggi yang akan mengingatkan kita pada suatu kelimpahan yang lebih besar yang sedang menanti kita didunia yang akan datang. Inilah paradoks! Kalau kita tidak memiliki sikap demikian maka kita berada dalam kondisi berbahaya. Kita hanya mampu mengasihi kehidupan kita yang sesungguhnya ketika kita sungguh-sungguh telah belajar menganggap rendah dunia ini. Kita menerima anugerah Tuhan karena memberikan kenikmatan untuk kita nikmati tetapi kita mengucap syukur pada Tuhan dan itu tidak pernah mengikat lalu ketika kehilangan kita anggap bahwa Tuhan kita yang hilang dan Tuhan tidak penting. Waktu itulah baru nyata mana yang penting! Seorang yang berusia 28 tahun bernama Jim Elliot mengatakan satu perkataan yang sangat terkenal: “Orang yang melepaskan apa yang tidak dapat dipertahankan dan memegang erat apa yang tidak dapat direbut darinya bukanlah orang yang bodoh. Kalau kita tidak memahami dengan baik akan hal ini maka dalam kehidupan kita seringkali terjadi cekcok karena hal-hal yang sepele, sehingga hal yang penting kita korbankan. Biarlah kita me­miliki kebijaksanaan untuk melihat hal ini.  5). Selanjutnya kita akan melihat bahwa pemikiran sorgawi ini akan menolong dan mengangkat kita mengatasi kehidupan yang tidak mudah dan memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk bersabar dalam kehidupan didunia ini sampai tiba waktunya Allah membawa kita kembali ke sorga. Didalam dunia ini banyak orang yang susah dan memiliki banyak masalah tanpa terkecuali orang yang mempunyai materi. Sehingga orang baru dapat menerima seluruh realita hidup yang berdosa ini jika ia memiliki satu pengharapan akan mendapatkan sesuatu yang lebih indah. Terkadang didalam kekurangan orang justru itu menjadi suatu kelebihan/ anugerah yang semua orang sebenarnya tidak mau tetapi kemudian setelah menjalaninya ia baru menyadari bahwa itu anugerah Tuhan.  Orang yang tidak mempersiapkan dan memikirkan kematian, saya pikir adalah orang yang tidak siap hidup. Dengan pemahaman mengenai realita kefanaan, pencarian mengenai makna kehidupan dan harapan dari Tuhan akan memberikan kepada kita suatu sikap dimensi hidup dan satu standar hidup yang akan menjadikan kita manusia sesungguhnya (Mzm 8). Biarlah kita tidak melupakan akan panggilan sorgawi, harapan sorga supaya kita tahu hidup yang bijaksana menganggap rendah apa yang memang sepele dan mementingkan apa yang memang bersifat kekal. Biarlah saat ini kita meresponi dan bertekad memperbaharui hidup sesuai dengan apa yang telah diajarkan Roh Kudus melalui firman yang disampaikan hambaNya. Amin.?

KELUARGA YANG DIBERKATI DAN MENJADI BERKAT

7 comments

Ayat Pokok:
 “Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah     kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;   tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak     cucunya menjadi berkat .” 
(Mazmur 37:25-35) 
 
PENDAHULUAN 
Daud penulis Mazmur 37 membandingkan keberhasilan orang fasik dengan orang benar yang takut akan Tuhan. Tanpa mengandalkan Tuhan,bisa saja orang fasikmengumpulka kekayaan dengan ketekunan dan kerajinan atau dengan kelicikan dan kejahatannya. “ Orang-orang fasik menghunus pedang dan melentur busur mereka untuk merobohkan orang-orang sengsara dan orang-orang miskin, untuk membunuh orang-orang yang hidup jujur; ( Mazmur 37:14 ) Hidup orang fasik bisa saja sepertinya secara materi diberkati,namun tidak mungkin menjadi berkat secara rohani.Bahkan diri orang fasik sendiripun akan berkahir dalam kebinasaan “….Karena sedikit waktu lagi, maka lenyaplah orang fasik;… ” ( Mazmur 37:10 ) “..Sesungguhnya, orang-orang fasik akan binasa;..” ( Mazmur 37:20 ) Tentunya kita ingin memiliki kehidupan rumah tangga atau keluarga yang diberkati dan pada gilirannya menjadi berkat.

AGAR KELUARGA DIBERKATI DAN MENJADI BERKAT 
Bagaimanana agar keluarga kita dapat menjadi keluarga yang diberkati dan menjadi berkat?
Mari kita memperhatikan tuntunan firman Tuhan yang terdapat dalam Mazmur 37:35-36

Pertama: Milikilah kehidupan yang benar
“….tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan,..( Mazmur 37:20 )
Orang benar tidak didefinisikan sebagai orang yang tidak pernah berbuat dosa atau kesalahan.Orang benar adalah orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan dibenarkan oleh kuasa darah-Nya “ Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”  ( 1 Petrus 18:19 )

Dalam menjalankan kehidupannya “ orang benar ” takut akan Tuhan “ Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.” ( Mazmur 112:1 )
Keluarga yang menjalankan roda kehidupannya dengan benar,pasti akan harmonis,diberkati dan menjadi berkat bagi orang-orang disekitarnya. Masing-masing anggota keluarga,baik suami-istri, dan anak-anak bertanggung jawab menjalankan peranannya. Bukan karena takut kepada manusia tetapi “ takut kepada Tuhan”. Takut akan Tuhan mencakup : - Kehidupan yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan - Menjauhkan diri dan membenci dosa - Melakukan kebenaran firman Tuhan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Mari kita doakan suami kita,Istri kita atau anak-anak kita supaya senantiasa hidup takut akan Tuhan. Demikian juga mari kita mulai dari diri kita pribadi lepas pribadi senantias berusaha menjadi orang yang takut akan Tuhan dan rendah hati. “ Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.” ( Amsal 22:4 ) Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut.” ( Amsal 14:27 ) Orang benar dijanjikan tidak akan ditinggalkan sampai anak-cucunya meminta-minta,tetapi sebaliknya dijanjikan berkat ada diatas kepala orang benar “ Berkat ada di atas kepala orang benar, tetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman.” ( Amsal 10:6 )

Kedua, agar keluarga kita diberkati dan menjadi berkat: Praktekkanlah kehidupan yang penuh dengan kemurahan dan belas kasihan.
“tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat .”
( Mazmur 37:26 )

Jika keluarga kita tidak mempraktekkan kehidupan yang murah hati dan penuh dengan belas kasihan,jangan harap kita akan diberi kemurahan. “ Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” ( Galatia 6:7 ) “ Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” ( Galatia 6:10 ) Orang yang kaya secara materi,belum tentu otomatis kaya dalam kemurahan. Tidak jarang kita melihat orang yang semakin kaya,semakin kikir dan tidak mau peduli dengan orang lain Kemurahan hati adalah buah Roh Kudus  “ Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,..” ( Galatia 5:22 ) Jemaat Makedonia adalah teladan dalam kemurahan hati “ Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.” ( 2 Korintus 8:2 ) Kasih adalah dasar hubungan antara suami-istri “ Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya ” ( Efesus 5:25 )

PENUTUP 
Kekayaan dan kehormatan bukanlah segala-galanya. Kejarlah yang utama yaitu hidup takut akan Tuhan dan dalam kemurahan hati,maka kekayaan dan kehormtan akan menjadi bonus dalam kelauarga atau rumah tangga kita. Dengan demikian keluarga yang diberkati dan menjadi bekat bukan sekedar impian tetapi akan menjadi kenyataan.Bersama Tuhan kita mampu mewujudkannya.
Amin Tuhan Yesus memberkati

Lagu: - Mengasihi Lebih Sungguh   - Kasih Pasti Lemah Lembut

LINK INFORMASI PENTING
Buku 29 BAHAN KHOTBAH PEMBERKATAN NIKAH
Buku 29 Bahan Khotbah Ibadah Wanita
Buku MENGELOLA MATERI KHOTBAH DENGAN METODE KABAH